(Ficlet) Red Umbrella

red umbrella

Title : Red Umbrella | Cast : Kim Ryeowook, Shin Minrin | Genre : Romance | Rating : PG -15 | Lenght : Ficlet | Author : Whin

***

Bertemu, lalu bertatap muka langsung dengannya merupakan salah satu alasan kenapa Ryeowook menyetujui pertemuan ini. Untuk melihatnya tersenyum. Untuk melihat kedua matanya yang akan berbinar saat menyapanya. Untuk mendengar suaranya yang sedang bercerita atau sekedar memanggil namanya. Dan mungkin juga untuk merasakan bisa terjebak di coffe shop ini selama nyaris tiga jam.

Wanita itu bahkan bukan kekasihnya. Ryeowook hanya kebetulan bertemu dengannya di toko buku lalu tanpa disadari menjadi teman hingga akhirnya sering menghabiskan waktu mengobrol di cafe seperti sekarang ini. Pertemuan secara tidak sengaja. Ya, salahkan ketidaksengajaan itu sampai membuat Ryeowook bisa punya keinginan yang kuat untuk menemuinya lagi dan lagi.

Isi kopinya tinggal seperempat. Milik wanita itu bahkan sudah habis bersamaan dengan cake yang tadi dipesannya. Baginya secangkir kopi di senja hari di musim gugur dengan hujan yang menguyur adalah perpaduan yang sempurna untuk mengisi sore hari. Ia hanya tidak menyangka kesemuanya itu tampak lebih sempurna dengan kehadiran wanita berambut ikal coklat sebahu itu di depannya. Wanita yang diketahuinya bekerja di sebuah perusahaan designer. Wanita yaang berkenalan dengan  Ryeowook menggunakan nama Minrin. Shin Minrin.

“Apa kau suka hujan? Karena aku salah satu penggila hujan.” Wanita itu begumam sembari melongokkan kepalanya ke jendela.

Hujan memang turun sejak satu setengah jam yang lalu. Alasan yang membuat mereka terjebak di coffe shop yang telah sepi. Dan percayalah Ryeowook juga suka hujan. Tidak segila wanita di depannya yang terus menerus menatap ke luar. Tapi hujan adalah salah satu bagian dari sebuah keromantisan. Keinginannya bahkan berciuman di bawah payung yang melindunginya dan juga sang kekasih dari guyuran hujan. Tubuhmu akan merasa dingin tapi tidak benar-benar begitu ketika hatimu mengahangat karena sentuhan di bibir. Ya, itulah sesuatu yang akan dibayangkannya dari fenomena bernama hujan.

“Hujan menenangkan dan cukup membuatku tidur nyanyak di malam hari.” Ryeowook menyahut gumaman itu setengah bercanda yang berhasil membuat wanita itu terkekeh. Kepalanya mengangguk-angguk membenarkan dan senyuman menghiasi bibir merah alaminya.

“Kau benar-benar lucu.”

“Aku tidak pandai melucu sebenarnya. Itu kenyataan.”

“Tapi aku setuju.”

Tawa riang kembali meledak darinya, membuat Ryeowook menarik bibirnya membentuk senyuman tanpa sengaja. Hal baru yang disukai Ryeowook selain kopi, senja dan hujan. Karena membuat wanita itu tertawa telah menjadi favouritnya sejak beberapa hari terakhir. Karena melihat wajah wanita itu yang melebar berseri dengan kedua mata cokelatnya yang menyipit akan membuat Ryeowook tersenyum. Ya, persis seperti sekarang ini.

“Ayo pulang. Hujan sudah sedikit mereda,” katanya kemudian setelah lama mengawasi seberapa besar titik-titik air itu jatuh ke bumi.

Ryeowook menoleh ke arah satu payung yang tadi dibawanya. Payung berwarna merah yang disenderkan di kaki meja.  “Aku antar kau pulang,” tawarnya. Segila apapun wanita itu menyukai hujan, tapi jelas pulang dengan berhujan-hujana hanya akan membuat demam. Dan Ryeowook jelas tidak ingin hal itu terjadi pada Minrin.

“Hmm… terimakasih.” Lagi-lagi senyuman di bibir merah alami itu berhasil membuat Ryeowook menatapnya lekat. Membuat beberapa organ dalam tubuhnya bekerja berlebih. Seperti jantungnya yang memompa terlalu cepat atau seperti otaknya yang tiba-tiba memikirkan hal-hal aneh. Tentang bagaimana rasanya jika bibir tipis itu menempel di bibirnya.

“Sebaiknya kita pergi sebelum hujan kembali turun deras.” Satu-satunya yang bisa dilakukan Ryeowook setelah itu hanyalah mengalihkan pandangannya, kemanapun asal bukan ke arah wajah wanita itu. Setidaknya untuk beberapa saat kedepan setelah ia berhasil membuat jantungnya bekerja normal dan setelah otaknya berhenti memikirkan hal-hal gila.

***

Laki-laki yang berdiri di sampingnya sekarang ini hanyalah seorang kenalan yang tak sengaja ditemuinya. Minrin ingat bagaimana mereka bertemu karena sebuah buku bertema psikologi di sebuah toko. Pertemuan yang lantas membuatnya merasa bisa berteman amat baik dengan laki-laki itu. Laki-laki yang dikenalnya dengan nama Kim Ryeowook.

Dia tidak terlalu tinggi, hanya beberapa senti di atas Minrin. Dan hal itu membuatnya bisa berjalan sejajar nyaman bersamanya. Minrin tak perlu mendongakkan kepalanya dan membuat lehernya sakit tiap kali bicara dengannya. Dan laki-laki itu juga tak perlu menunduk untuk melihat wajah Minrin. Mereka hanya perlu saling menatap ke depan dan kedua pasang mata itu akan saling beradu, saling menyelami, saling membaca satu sama lain. Seperti sekarang ini.

Minrin diam untuk beberapa saat. Pendengarannya tajam mendengar hujan yang masih turun, sementara indera matanya masih terpaku dengan wajah di depannya. Senyum di bibirnya segera menghilang begitu ia tahu kemana arah pandang lawannya sekarang ini. Dan tepat saat itulah jantungnya tiba-tiba berpacu cepat. Darahnya mengalis begitu deras dan ia mulai merasakan hawa panas di sekitar kepalanya. Masih seperti itu sebelum laki-laki itu mengalihkan pandangannya.

“Sebaiknya kita pergi sebelum hujan kembali deras.”

Kecewa. Itu yang dirasakan Minrin. Kecewa karena ia terpaksa berhenti menatap wajah yang begitu menarik untuknya. Tapi sekaligus lega karena ia tidak perlu menahan debaran di dadanya terlalu lama.

Ia berjalan mengikutinya. Hujan masih turun meskipun tak sederas tadi. Dan matahari telah tenggelam menyisakan malam yang akan terus beranjak. Minrin berjalan   di samping laki-laki itu. Kedua tangannya mendekap buku tebal miliknya. Meredam lagi detak jantungnya yang kembali sedikit menggila ketika lengan mereka bersentuhan beberapa kali. Sementara laki-laki itu terlihat begitu tenang dengan tangan kirinya memegang payung yang sedikit dicondongkan ke arah Minrin. Dan tiba-tiba Minrin membayangkan bagaimana tetes-tetes air dari payung mereka akan membasahi lengan kanan laki-laki itu. Mantelnya akan basah dan tentu itu tidak mengenakan.

“Maaf, karena kau harus mengantarku. Seandainya aku tadi menuruti ucapan ibuku untuk membawa payung.” Minrin kembali bergumam. Ia hanya berusaha mencari bahan obrolan, apapun untuk mengalihkan betapa buruknya kinerja jantungnya saat ini. Ya ampun, rasa berdebar-debar itu tak juga berhenti.

“Tidak masalah. Sekalian aku akan tahu di mana kau tinggal.”

“Ini pertama kalinya,” ujarnya perlahan.

Jika Minrin ingat ini baru pertama kalinya ia diantar pulang oleh seorang laki-laki sampai ke rumahnya. Dalam keadaan berteduh di bawah payung yang sama dan berjalan dengan jantung berdebar-debar. Ya, ini pertama kalinya.

“Apanya?”

Minrin tergagap mendengar pertanyaan itu. Kepalanya memutar untuk melihat wajahnya, dan ia langsung menyesali perbuatannya karena sekali lagi ia harus bertatap muka dengan laki-laki itu. beradu pandang dengan matanya yang seakan sedang tersenyum padanya.

“Pertama kalinya diantar pulang oleh laki-laki,” jawabnya kemudian yang langsung menciptakan senyuman di bibir laki-laki itu. Bagaimana Minrin harus menggambarkan pemandangan di depannya ini? wajah yang tampan, dengan sorot mata yang menenangkan, hidung mancung dan bibir yang baru saja melengkung indah membentuk senyuman. Ya Tuhan, itu membuat hatinya mendesir hebat.

“Meskipun bukan yang pertama untukku tapi ini pertama kalinya aku berjalan di tengah hujan bersama seorang wanita,” katanya.

Dahi Minrin mengernyit samar, menunjukkan ekspresi ketidakpercayaannya namun langsung tertawa pelan sambil melanjutkan langkah kakinya. “Sepertinya kita berdua punya nasib yang hampir mirip. Aku penasaran berapa banyak wanita yang sudah kau antar pulang sebelumnya?”

“Dua. Tiga jika kau dihitung.” Laki-laki itu menjawab.

“Benarkah?”

“Yang pertama ibuku saat ia berkunjung ke Seoul dan aku harus mengantarnya pulang ke Incheon. Kedua adik sepupuku yang kujemput dari bandara ketika kepulangannya ke Korea. Ketiga….” dia menghentikkan ucapannya sesaat. Minrin tahu laki-laki itu tengah melirik ke arahnya, mencuri pandang untuk melihat bagaimana ekspresi Minrin saat ini karena sudah pasti Minrin tahu siapa yang ketiga.

Jika begitulah laki-laki itu menghitung, bukankah itu berarti Minrin wanita pertama yang diantarnya pulang ke rumah?

“Aku?” Minrin menebaknya setelah laki-laki itu tak kunjung berbicara.

“Ya, kau….” langkahnya berhenti begitupun Minrin.

Hujan turun kembali dengan deras saat akhirnya mereka saling berhadapan di jalan itu. Lampu jalan yang menerangi telah ditinggalkannya beberapa langkah dan itu membuat Minrin harus puas menatap wajah di depannya itu setelah kornea matanya berperang melawan gelap. Kedua mata yang kembali menghujan ke arahnya, menguncinya untuk membuat Minrin tak melepaskan sedikipun perhatiannya.

Dia melangkah maju, memperpendek jarak membuat keduanya benar-benar berdiri di tengah-tengah naungan payung merah itu. Desiran aneh dalam tubuhnya sampai debaran jantung yang bertambah berkali lipat, benar-benar membuat Minrin bingung sesaat. Otaknya mulai membayangkan apa yang terjadi selanjutnya. Bagaimana jika wajah itu mendekat ke arahnya, bagaimana saat ia bisa merasakan nafasnya yang menyapu permukaan wajahnya dan bagaimana itu semua akan membuat Minrin tampak tolol karena tidak tahu apa yang harus dilakukannya. Dan membayangkannya saja sudah membuat tubuhnya bereaksi aneh.

Cukup dibayangkan Minrin tidak tahu jika bayangan itu berpendar menjadi kenyataan yang perlahan. Persis dalam imajinasi otaknya, ia kini merasakan jantungnya yang dalam kondisi tak baik saat wajah itu benar-benar tepat di depannya. Minrin melihat bagaimana pupil mata di depannya yang bergerak-gerak menjelajahi wajahnya dari mata, hidung dan berakhir pada bibirnya. Dan itu semua benar-benar berakibat buruk bagi Minrin. Sapuan hangat terasa di permukaan wajahnya ketika jarak dekat itu terus dipangkas laki-laki itu. Tubuh yang kedinginan karena hujan pun tak lagi dirasakan Minrin.

Lalu saat ia benar-benar tidak sanggup menerima semua itu, ia pun memilih menggerakan kelopak matanya ke bawah, mengalihkan perhatiannya. Tapi yang di dapat justru semakin buruk. Karena ia harus melihat bagaimana hidung laki-laki itu yang menyentuh permukaan kulitnya. Karena ia harus melihat bibirnya yang mendekat seakan ingin meraih miliknya. Dan itu sungguh membuatnya tergoda. Tergoda untuk mencicipi bagaimana rasanya jika bagian tubuh itu menekan bibirnya lembut.

Semua itu masih ada dibayangannya selama sekitar tiga detik, karena di detik selanjutnya Minrin memilih memejamkan matanya begitu sesuatu menyentuh permukaan bibirnya, menekannya lembut. Dan ia hanya bisa mendengar suara hujan yang samar-samar karena ia terlalu sibuk dengan dirinya. Untuk pertama kalinya, ia tahu bagaimana rasanya berciuman dan untuk pertama kalinya ia tahu apa yang mereka sebut dengan ribuan kupu-kupu yang memenuhi perutmu ketika melakukan hal itu. Tubuhnya bahkan tak lagi merasa dingin karena yang dirasakannya adalah kehangatan yang perlahan menjalar. Dan semua itu menjadi pengalaman pertamanya. Berciuman di bawah payung saat hujan deras mengguyur.

***

CUT

Hi, come again with oneshoot, or is it Ficlet? Hehe

Ingat yang pernah Ryeowook katakan tentang payung merah dan hujan? Hahaha… aku berikan kado ini untuknya. Mungkin belum terkabul keinginannya, atau sudah? Who’s know?

Well, we wait for your solo album…!

Rasanya masih belum percaya, dia bakal rilis album solo. Setelah menunggu bertahun-tahun… akhirnya harapan kita terkabul. Dan entah kenapa tiba-tiba kepikiran, jika lagunya ballad bisakah kita dapat scene MV dengan dia dan seorang gadis di bawah payung saat hujan?  

Oke deh, see you… ^^

7 thoughts on “(Ficlet) Red Umbrella

  1. Seromantis apapun ini,percaya dech. Klo ryeowook sma minrin bakal masuk angin besok nya hahahaha *ditabok menulis nya😁

  2. So sweet~~ ryeonggy oppa.. 😄 waiting for next story full with sweetness from our ryeomin couple~~ hwaiting!!
    Tidak sabar nunggu album nya utk keluar.. suara oppa yg merdu dan unik~~ really love it~~😳

  3. OH MY GODDDD WHAT DID YOU EAT TO WRITE SUCH A ROMANTIC AND SWEET FICTION LIKE THIS AUTHORNIM T_______________T
    iya aku inget beberapa minggu lalu wook bilang di sukira “I have an imagination about kissing under a red umbrella” huhuhu dan jadi keinget sama vcr pas krycon dia bawa payung merah<3<3
    sukaaaakk banget sama ficlet ini<3 kali kali nyelipin ficlet boleh juga jadi ada cerita baru yg fresh ^^
    keep writing authornim!! aku tunggu ff selanjutnya aaaaaaa ;aaa;;;;;;

  4. Yaampun ini romantis bngeeeet.
    Eh aku jadi mikir dia udah punya pacar loh pas dia bilang gitu :3 abisnya kata2nya ryeong gitu sih wkwk macem kode kalau dia pgn ngelakuin kissing under the rain XD
    Lain kali bikin ficlet atau oneshoot lgi boleh yaaa. Aku suka bngt ini ^^

  5. Kyaa~~ sweet story~~ love it~~
    Keep writing love story and sweeeettt story authornim~~ love ryeomin couple a lot~~

  6. 히히히히히히히
    saya ketemu ff ini di sjff dan meluncur ke sini…
    saya cuma mau bilang, terima kasih sama author karena mau menarik keluar sisi romantis oppa.
    ㅋㅋㅋㅋ
    salam kenal ㅅㅅ

Leave a reply to syaaryeo Cancel reply