(Fanfiction) #9 Bittersweet -END-

bittersweet 4

Title     : #9 Bittersweet (End)

Author : d’Roseed / @elizeminrin

Cast     : Kim Ryeowook, Shin Minrin, Lee Hyukjae

Genre  : Romance, Brothership, AU, Sad

Rating  : 15

Lenght  : Chapter (8163 words)

Disclaimer : Kim Ryeowook and Lee Hyukjae milik Tuhan, orang tua mereka, Super Junior and ELF. I just have the plot and artwork.

Because, it’s a fate 

Orang-orang mengatakan, jika dia adalah takdirmu maka bagaimana pun caranya dia pasti akan kembali padamu. Dan itulah yang diyakini Minrin. Ia tidak mau terlalu berharap tapi itulah yang mampu dilakukannya.

Semua berlalu tanpa disadarinya. Hampir tiga bulan sejak Minrin membuat keputusan besar dalam hidupnya. Dan tiga bulan dilaluinya tanpa disadarinya. Ia tidak menyangka tiga bulan hidupnya terlihat baik-baik saja, ia bahkan lebih banyak tertawa sejak saat itu. Ia menemukan pekerjaan baru di sebuah café dan menemukan orang-orang baru yang mengisi kehidupannya yang semula sepi. Perlahan ia melupakannya, melupakan pria itu dan bahkan melupakan pria pertama yang membuatnya jatuh cinta. Ia berusaha sangat keras melakukan itu semua.

Apa begitu mudahnya ia melupakan perasaannya pada pria itu? Jawabannya tentu saja tidak. Seperti katanya ia hanya tidak ingin terlalu berharap, tapi demi Tuhan rasa itu masih ada, tertanam kuat dalam hatinya. Ia hanya berusaha bahwa setidaknya ia bisa melanjutkan hidupnya. Karena tidak pernah disadarinya bahwa melupakan orang yang dicintainya itu ternyata lebih sulit dibandingkan jatuh cinta.

Siang itu pintu café terbuka seiring bunyi gemercik loceng yang terpasang di atas pintu. Saat itu Minrin tengah mencatat pesanan dua orang wanita yang duduk di samping kanan pintu masuk ketika seseorang itu membuka pintu. Ia menoleh ke samping dan menangkap seorang gadis yang tersenyum hangat ke arahnya.

“Hyo….” Bibirnya menggumamkan nama sahabatnya yang satu bulan yang lalu mengunjunginya.

Hyehyo tersenyum lebar sambil melambakan tangannya. “Hai, lama tidak berjumpa….”

***

“Kenapa kau datang?” tanya Minrin ketika baru saja kembali dengan satu gelas milkshake untuk Hyehyo. Ia duduk di depan sahabatnya itu dan menatapnya.

Terakhir kali gadis ini datang, dia membujuk dengan sangat keras agar Minrin mau kembali ke Seoul, atau sekedar mengunjunginya dua tiga kali. Ya…meskipun Minrin tahu alasannya tidak sebatas itu. Jelas sekali ada alasan lain setiap kali Hyehyo datang mengunjunginya. Gadis itu masih sangat bersikeras membuat Minrin bertemu dengan dua orang pria itu.

“Aku akan langsung menyuruhmu pulang kalau alasamu datang haya untuk membuatku kembali ke sana,” ancam Minrin kemudian. Hyehyo hanya tersenyum dan tidak menjawab. Ia lebih memilih mengambil milkshakenya lalu meminumnya daripada memberikan jawaban yang tentu saja tidak akan memuaskan untuk Minrin. Gadis itu lantas terkekeh pelan setelah menikmati dinginnya milkshake miliknya.

“Eiiyy….aku tidak melakukannya. Aku hanya ingin bertemu denganmu. Bukankah sudah lama sejak terakhir kali kita bertemu?”

Hyehyo kembali meletakkan milkshakenya begitu menyadari tatapan Minrin masih tajam menatap ke arahnya.  Gadis itu tidak sepenuhnya percaya dengan ucapan Hyehyo. Tapi kenyataannya memang ada alasan lain yang membuat Hyehyo datang. Sebuah alasan yang tentu saja akan membuat Minrin mengusirnya begitu langsung diutarakannya. Ia pun menghela nafas pelan setelahnya.

“Baiklah…baiklah…Lee Hyukjae yang menyuruhku datang,” aku Hyehyo akhirnya.

Tentu saja Lee Hyukjae. Minrin membuang nafasnya dengan keras lalu menyenderkan punggungnya di kursi. Hyukjae adalah satu-satunya orang yang bersikeras ingin bertemu dengan Minrin, setidaknya itulah yang ditangkap Minrin dari cerita-cerita Hyehyo. Sahabat masa lalunya itu mendatangi Hyehyo beberapa kali dan memintanya untuk memberitahu di mana Minrin.

“Kau tidak bilang di mana tempat tinggalku, kan?” tanya Minrin khawatir.

Lee Hyukjae dan Kim Ryeowook, keduanya sudah pasti tahu ke mana Minrin menghilang. Tapi dua orang itu tidak tahu kalau Minrin tidak lagi tinggal bersama bibinya. Ia, adiknya dan ibunya menyewa sebuah flat tidak jauh dari café ini. Dan itulah kenapa dua orang itu tidak pernah tahu di mana Minrin sebenarnya. Minrin sengaja melakukannya. Bukankah ia sedang berusaha mengembalikan semuanya ke tempat semula? Keadaan di mana tidak ada dirinya antara persahabatan Hyukjae dan Ryeowook.

“Tentu saja tidak, kau sendiri yang bilang untuk tidak memberitahukan apapun, kan?” lagi-lagi Hyehyo menyruput milkshakenya lalu tersenyum. Minrin langsung menghela nafas lega mendengar jawaban Hyehyo barusan.

Keunde, Minrin-ya…,” ujar Hyehyo lagi. Nada suaranya berubah serius dan seketika itu membuat Minrin mendongakkan kepalanya.

Wae?”

Hyehyo hanya menatap Minrin sebentar tanpa mengatakan apapun. Minrin melihat keraguan sahabatnya itu dan entah kenapa ia mendadak jadi penasaran. Apa yang akan dikatakan Hyehyo padanya?

Mwoeyo?” tanyanya lagi.

Hyehyo masih diam menatap ke arahnya. Dan tatapan itu semakin membuat Minrin penasaran.

“Kim Ryeowook….. dia akan bertunangan dengan Han Sena,” jawabnya yang seketika itu langsung membuat Minrin terhenyak.

Mwo?

Minrin hanya diam begitu saja. Hatinya seperti baru saja mendapat pukulan benda tajam. Ia merasakan rasa sesak yang entah dari mana asalnya. Tiga bulan ia mencoba melupakan pria itu. Tapi kenyataannya perasaan itu memang masih ada.

“Kau baik-baik saja kan?” tanya Hyehyo khawatir saat melihat Minrin tidak merespon apapun. Hyehyo bahkan melihat wajah Minrin berubah menengang karena terkejut. Jadi sebaiknya sahabatnya ini tidak membohonginya.

“Oh…benarkah? Aku baik-baik saja. Ini berita yang baik, kapan mereka akan bertunangan?” Minrin tersenyum kemudian. Ia sedang berbohong, dan Hyehyo bukanlah orang yang mudah untuk diboonginya. Lihat saja bagaiman Minrin menanyakan pertanyaan itu dengan bibir bergetar, dasar bodoh.

“Lee Hyukjae sebenarnya melarangku mengatakan ini, tapi sepertinya kau harus tahu. Ya..kupikir karena kau sudah tiga bulan menjahuinya, jadi tidak akan ada masalah.”

Minrin sekali lagi tidak merespon. Ia hanya tersenyum tipis. Perlahan ia memejamkan matanya yang sudah terasa panas. Seharusnya memang tidak ada masalah, tapi kenapa hatinya sangat sakit? Nyatanya ia memang tidak bisa melihatnya dengan gadis lain manapun.

Hyehyo memperhatikan perubahan raut wajah Minrin. Untuk sesaat ia menyesali mulutnya yang berbicara seperti tadi. “Tsskk…kau tahu Kim Ryeowook tidak sebaik itu. Dia juga tidak terlalu tampan. Kau cantik dan kau berhak mendapatkan pria tampan, benarkan? Pria seperti Lee Seunggi, bukankah kau menginginkan pria seperti itu? Kim Ryeowook bahkan tidak bisa menyamainya,” ujarnya menghibur dengan nada bersemangat, namun hanya ditanggapi senyum tipis sekali lagi oleh Minrin.

“Kau akan mendapatkan yang lebih baik. Keputusanmu sudah benar dengan meninggalkannya, kau tahu…Lee Hyukjae bilang persahabatan mereka baik-baik saja saat ini. Bukankah ini yang kau inginkan?”

Minrin kembali mendongak. Ia hanya diam membenarkan ucapan Hyehyo, meskipun nyatanya selalu ada penyesalan pada akhirnya.

“Aku baik-baik saja, Hyo…sungguh,” ucapnya kemudian, lalu tersenyum lebih lebar tapi terasa hambar.

Sekali lagi ia berbohong pada Hyehyo dan juga berbohong pada hatinya.

***

 

Seoul,

C.E Group Building

Seperti biasanya, Ryeowook akan disibukkan dengan pertemuan penting dengan kolega bisnisnya atau menghabiskan waktunya untuk memeriksa laporan-laporan minggu ini. Dan hari ini ia sudah punya janji untuk menemui pimpinan perusahaan asal Jepang yang akan mengajaknya bekerja sama.

Saat ini ia tengah berada di ruangannya, meneliti beberapa laporan yang seharusnya diselesaikannya kemarin, tapi karena sedikit kekacauan yang dibuat Han Sena, maka baru hari inilah ia bisa menyelesaikannya. Gadis itu dengan seenaknya mengatakan ingin bertunangan dengannya. Gila. Ya..benar-bena gila, karena dia tidak hanya mengatakannya di depan Ryeowook tapi juga di depan Tuan Han.

Sebenarnya sejak tiga bulan terakhir entah dimulai dari mana, tapi ibunya kembali memikirkan ulang untuk menjodohkannya dengan Han Sena. Seorang gadis yang dulu sempat ditolak Ryeowook yang kemudian tiba-tiba datang tepat disaat hubungan antara dirinya dan Minrin terancam berakhir. Dan ketika hubungan yang Ryeowook pikir akan berakhir bahagia itu benar-benar berakhir, Sena benar-benar menggantikan posisi gadis itu.

Lalu keadaan perusahaan yang tiba-tiba mengalami kesulitan disaat yang tidak tepat pada akhirnya membuat Ryeowook semakin terpojok. Perusahaan keluarga Han menawarkan bantuan dengan syarat perjodohan dua keluarga yang dulu pernah direncakan kembali dijalankan. Tentu saja perjodohan itu antara Ryeowook dan juga Han Sena. Dan sialnya Ryeowook benar-benar tidak punya alasan untuk menolak saat itu. Pernikahannya sudah dibatalkan dan apa lagi yang bisa diperbuatnya? Ia pun mengiyakan dengan sangat terpaksa permintaan ayahnya saat itu. Tapi Ryeowook berani bersumpah jika ada cara lain untuk menyelesaikan masalah perusahaan, maka sudah pasti ia akan segera membatalkan pertunangannya dengan Sena. Meskipun itu berarti ia harus memohon pada kedua orang tuanya dan juga Tuan Han.

Ryeowook baru saja menutup map terakhir yang dibacanya ketika terdengar suara ketukan pelan di pintunya yang diikuti munculnya seorang pria muda. Ryeowook hanya melihat sekilas lalu benar-benar menyingkirkan berkas-berkas yang tadi diperiksanya ke samping.

“Jam berapa kita akan bertemu dengan Mr. Akihiro?” tanyanya pada pria muda yang seumuran dengannya itu.

Pria muda yang baru beberapa bulan menjadi sekretarisnya itu buru-buru mengecek jadwal atasannya di Ipad. “Jam 1 siang. Mr Akihiro adalah tipe orang yang tidak suka menunggu, jadi kita tidak boleh terlambat,” jawabnya.

Ryeowook mengangguk paham. “Aku mengerti, tapi sebelum itu, aku harus pergi. Jadi, lebih baik kau ke sana lebih dulu,” ucap Ryeowook memberi perintah yang langsung dimengerti sekretarisnya itu.

Ne, algeseumnida.” Pria muda itu lantas membungkukkan badannya dan pergi.

Ryeowook masih diam di tempatnya. Sesaat kemudian ia memutar kursinya menghadap jendela besar di belakangnya yang menampilkan pemandangan kota Seoul. Musim dingin sudah hampir lewat, begitu juga dirinya yang sudah melewatkan tiga bulan ini dengan menyibukkan diri. Ia benar-benar mengabaikan semua yang berhubungan dengan gadis bernama Shin Minrin. Sayangnya kepergian gadis itu sama sekali tidak mengubah apapun yang terjadi pada persahabatannya dengan Lee Hyukjae. Mereka tidak pernah berkumpul lagi seperti sebelumnya. Ryeowook tidak pernah datang lagi ke club, dan Hyukjae tidak pernah lagi meneleponnya hanya untuk menemaninya minum. Semua benar-benar berubah.

Dan untuk pertama kalinya ia memikirkan gadis itu lagi sejak terakhir kalinya. Bayangan gadis itu kembali hadir lalu berganti dengan kenyataan bahwa semua tidak lagi seperti dulu. Ia masih ingat bagaimana ekspresi Minrin saat melihat dirinya dan Sena di dalam lift. Ryeowook cukup yakin Minrin melihat semuanya, termasuk saat Sena mencium bibirnya tanpa permisi hingga membuat Minrin diam terpaku. Itu adalah salah satu bagian yang disesali Ryeowook, karena ia membuat gadis yang dicintainya menangis lagi. Sesuatu yang sejak awal tidak akan pernah dilakukannya. Ia menghela nafasnya lemah lalu bangkit dari tempat duduknya. Kakinya melangkah keluar dari ruangannya setelah itu. Baru saja setengah jalan menuju lift namun ia kembali berhenti ketika seseorang menyapanya dengan suaranya yang selalu bersemangat.

Oppa…!”

Ia menoleh dan melihat Han Sena tengah berjalan cepat ke arahnya. Senyum lebar tidak henti-hentinya menghiasi gadis itu. Sesaat Ryeowook hanya bisa menghela nafasnya lemah. Ia sudah tahu harus bersikap seperti apa untuk menghadapi gadis ini yang telah membuatnya terpaksa menerima rencana pertunangan mereka berdua.

Oppa, kau mau keluar? Kita makan siang bersama ya? Aku sengaja datang untuk itu,” ucap Sena sambil merangkul lengan Ryeowook dengan antusias.

Ryeowook hanya diam dan tidak mengatakan apapun. Ia melirik sebentar tangan gadis itu yang sudah berada di lengannya. Astaga bagaimana bisa dia bersikap seperti itu di saat semua orang di kantor ini memperhatikannya? Dua orang karyawan perempuan yang berjalan ke arahnya terlihat tersenyum melihatnya, lalu membungkukkan kepalanya sebentar pada Ryeowook. Setelah itu, Ryeowook sangat yakin dua orang karyawannya itu sedang membicarakan apa yang baru saja dilihatnya. Atasan mereka dikunjungi kekasihnya dan bersikap romantic di kantor, bukankah itu menjadi bahan obrolan yang menarik?

“Aku tahu restoran China yang enak, kita pergi ke sana, eotte?” tanya Sena lagi, tidak sadar bahwa Ryeowook sama sekali tidak menyukai caranya bersikap.

Ryeowook lagi-lagi menghela nafasnya dengan lemah.“Kumohon, jangan bersikap seperti ini Sena-ya,” ucap Ryeowook dengan sabar. Ia pun segera melepaskan tangan Sena yang melingkar di lengannya.

Sena mendongak, lalu memasang wajah merajuknya. Ekspresi itu benar-benar dibenci Ryeowook.

Wae?” tanyanya

“Aku sudah berencana makan siang dengan salah satu investor dari Jepang, dan aku benar-benar harus pergi sekarang. Jadi, lebih baik kau kembali ke kantormu,” ucap Ryeowook dingin dan bersiap untuk pergi.

“Gadis itu lagi? Shin Minrin? Sampai kapan kau akan memikirkannya? Bukankah kalian sudah berakhir? Dia yang pergi meninggalkanmu, Oppa,” seru Sena tidak percaya. Ryeowook yang semula sudah hendak melangkahkan kakinya, tiba-tiba menghentikan niatnya. Ia menoleh, menatap tajam pada Sena.

“Kau mendengarnya sendiri kan? Gadis itu pergi meninggalkanmu. Dia bahkan mengatakan hal itu pada eommonim. Oppa tidak melihat dia sangat keteraluan? Datang mengemis padamu untuk diberi tempat menumpang, membuatmu melunasi seluruh hutang ayahnya dan setelah itu….dia pergi. Itu sangat keteraluan, bagaimana bisa Oppa masih menyukai gadis seperti itu? Tsskk…”

Kedua bola mata Ryeowook semakin tajam menatap kea rah Sena. Amarahnya sudah berada di atas kepala dan siap ditumpahkan jika gadis itu mengatakan sesuatu mengenai Minrin sekali lagi.

“Kau pasti merasa lebih hebat darinya, benarkan? Jika ucapanmu itu benar, setidaknya Minrin masih punya rasa malu untuk tidak meneruskan pernikahan kami. Sedangkan kau…? Bagaimana bisa kau mengatakan ingin bertunangan denganku di hadapan kedua orang tua kita, padahal sekalipun aku tidak pernah mengatakan hal itu,” sindirnya. Ia pun mengabaikan tatapan mata tidak percaya Sena lalu melangkah masuk begitu saja ke dalam lift yang untungnya terbuka di saat yang sangat tepat.

Han Sena yang melihatnya hanya bisa berdecak “Tsskk…. Sampai kapan dia akan bersikap seperti ini? menyebalkan sekali,” gerutunya.

***

H.J Coorporation

Lee Hyukjae sedang berbicara serius dengan sekretarisnya ketika akhirnya pintu lift yang mereka tunggu terbuka. Seorang pria berjas yang dikenal Hyukjae berdiri di sana, -Kim Ryeowook-. Entah angin apa yang membawa pria itu datang menemuinya. Tapi untuk saat ini Hyukjae sedang tidak berniat mengusirnya. Ia pun segera menyerahkan map yang tadi dipegangnya pada sekretarisnya dan menyuruhnya untuk pergi lebih dulu. Sang sekretaris mengerti dan langsung undur diri. Dan kini hanya tinggal Hyukjae dan Ryeowook yang saling berhadapan, persis seperti terakhir kalinya.

Di depan lift bukanlah tempat yang pas untuk mereka berbicara, mengingat terakhir kali mereka bertatap muka, keduanya sudah siap melayangkan pukulannya kapan saja. Karena itulah Hyukjae segera mengajak Ryeowook ke ruangannya. Dan demi apapun ia akan meladeni sahabatnya itu jika dia ingin berkelahi saat ini juga. Mungkin terdengar sangat kekanak-kanakan untuk pria dewasa seperti mereka. Tapi sejak kapan cinta tidak membuat semua hal kekanak-kanakan? Tidak hanya karena Hyukjae menyukai gadis yang dipilih Ryeowook, tapi karena Hyukjae sendiri yang tiba-tiba egois disaat dirinya menawarkan diri untuk membantu Ryeowook menemukan Minrin, dan juga mendapatkannya.

Dan bagi Hyukjae, Ryeowook adalah orang terbodoh karena membiarkan Shin Minrin pergi. Hyukjae akan maju paling depan untuk melindungi Minrin, bahkan jika itu berarti orang yang harus disalahkan atas rasa sakit hati gadis itu adalah Kim Ryeowook, sahabat terbaiknya selama ini.

“Langsung saja, apa yang ingin kau bicarakan?” tanya Hyukjae begitu saja ketika mereka sampai di ruangan luas miliknya. Ia bahkan sama sekali tidak mempersilahkan Ryeowook untuk duduk sekedar beramah tamah.

Ia sudah termakan emosi saat undangan pertunangan Ryeowook dan gadis bernama Han Sena tiba di kantornya. Ini memang bukan urusannya, tapi Hyukjae bersumpah pria itu benar-benar sudah keteraluan. Tidak hanya menyakiti Minrin dan membuatnya pergi, Ryeowook bahkan semakin membuat gadis itu sakit hati jika mendengar kabar pertunangan itu.

Bukannya Hyukjae tidak tahu bahwa Minrin menyukai Ryeowook. Ia bahkan sangat tahu tentang hal itu. Tapi ia hanya tidak ingin gadis itu tersakiti. Ia tahu seberapa banyak rasa sakit Minrin selama ini, dan ia tidak ingin gadis itu menderita lagi.

“Apa ini caramu menyapa sahabatmu setelah sekian lama tidak bertemu?” tanya Ryeowook tenang. Pria itu tersenyum lalu berjalan menuju sofa di ruangan itu dan duduk di sana. Hyukjae menoleh pelan.

“Kau tahu aku tidak akan membantumu untuk kali ini. Pertunangan? Tsskk….apa ini sebuah permainan yang kau ciptakan?” sindir Hyukjae.

Ryeowook mendongak dan hanya diam. Ia tahu apa yang tengah dipikirkan Hyukjae tentangnya. Pria brengsek yang menyakiti hati seorang wanita dan setelah itu dengan tidak berdosanya merencakan pertunangan dengan wanita lain. Ya, Ryeowook mengakui dia memang sangat brengsek.

 “Kau tahu aku tidak akan melakukan itu.” Ryeowook menyahut tidak terima. Ia memang tidak akan melakukan pertunangan itu dan ia sedang mencari cara untuk membatalkannya. Tapi kemudian ia pun hnaya bisa menghela nafasnya. Ia sedang tidak ingin berdebat.

“Oh benarkah? Kalau begitu undangan yang kuterima pastilah palsu,” cibir Hyukjae sambil melemparkan sebuah undangan berwarna soft coklat yang diterimanya kemarin sore.

Undangan itu mendarat di depan Ryeowook. Undangan itu berbentuk persegi panjang berwarna soft coklat dengan tulisan namanya dan juga Sena terpampang jelas di tengah-tengahnya.

“Darimana hyung mendapatkan ini?” tanyanya tidak percaya. Kedua matanya membulat menatap undangan itu lalu kembali beralih pada Hyukjae.

“Kau tidak tahu? semua orang membicarakan ini. Kurasa tanpa sepengetahuanmu undangan pertunangan kalian sudah mulai disebar. Bagaimana sekarang? Kau puas?”

Hyung, aku….” Sial sekali ia harus kehilangan kata-kata untuk membantah kali ini. Ryeowook tidak melanjutkan pembelaannya melainkan hanya bisa mengerang frustasi. “Aisshh, jinjja!! Gadis itu benar-benar sudah membuat masalah,” Ryeowook melempar undangan itu dengan kesal ketika akhirnya menyadari siapa orang dibalik kejutan tidak menyenangkan hari ini.

Han Sena, gadis itu benar-benar keteraluan.

“Kalau begitu selesaikan masalahmu dengan gadis pembawa masalah itu. Tapi jangan menemuiku untuk mencari tahu di mana Minrin tinggal, karena aku tidak akan membantumu.” Hyukjae menyilangkan kedua tangannya di depan dada, lalu kembali memperhatikan Ryeowook.

Ryeowook masih diam di tempatnya. Beberapa kali ia memejamkan matanya untuk meredakan amarahnya. Ia tidak menyangka gadis itu akan melakukan hal ini. Ryeowook memang mengiyakan permintaan ayahnya untuk bertunangan dengan Sena, tapi bagaimana bisa mereka menyebar undangan tanpa sepengetahuannya?

Satu minggu lagi. Ya…di undangan itu jelas-jelas tertulis tanggal dan tempat pesta pertunangan. Dan ia hanya punya waktu satu minggu.  Satu minggu untuk menemukan Minrin dan memperbaiki semuanya.

Hyung, Aku ingin bertanya padamu,” ucap Ryeowook kemudian dengan serius. Ia menoleh dan kembali bertatap muka dengan Hyukjae. “Saat kau mengatakan akan membantuku menemukannya, apa kau benar-benar tidak tahu bahwa Shin Minrin adalah gadis yang juga kau cari selama ini?” tanyanya sangat serius hingga rasanya di ruangan itu hanya terdengar suaranya saja.

Hyukjae hanya diam sebentar. Apa maksud pertanyaan itu?

Wae? untuk apa kau menanyakan itu?”

“Jawab saja, apa kau benar-benar tidak tahu?” tanya Ryeowook bersikeras. Jika memang seperti itu, berarti ia tidak punya alasan untuk membenci hyungnya ini lagi.

Hyukjae membuang nafasnya dengan lemah lalu kembali mencoba menatap kembali Ryeowook. Apa sahabatnya itu sedang mencoba mencari tahu? mencari tahu bahwa selama ini ia telah memanfaatkan Ryeowook untuk mencari Minrin demi keinginan pribadinya? Jika benar, maka Ryeowook salah besar. Sejak awal tidak pernah terlintas dipikiran Hyukjae untuk memanfaatkan sahabatnya itu. Karena ia tidak tahu jika gadis yang mereka cari adalah Minrin. Hingga hari itu, saat ia membaca latar belakang Shin Minrin, ia sadar bahwa Minrin adalah cinta pertamanya. Tapi sejak saat itupun Hyukjae tetap pada tujuannya semula, yaitu membantu Ryeowook. Ya..hanya itu. Meskipun pada akhirnya ia juga ingin egois, tapi demi Tuhan Hyukjae tidak akan memaksakan keinginannya untuk bersama Minrin lagi.

“Ya, aku tidak tahu,” jawab Hyukjae akhirnya.

“Kalau begitu, apa hyung menyukainya? Setelah bertemu lagi dengannya, setelah tahu bahwa dia adalah cinta pertamamu, apa kau menyukainya?” tanya Ryeowook lagi. Kali ini Hyukjae tidak langsung menjawab melainkan hanya menatap Ryeowook dalam diam.

“Kau sedang berencana merebutnya dariku? Bahkan jika nyatanya dia tidak pernah melihatmu…”

“Dia tidak pernah menjadi milikmu hyung, sejak dulu sampai sekarang,” potong Ryeowook cepat. Lalu Hyukjae hanya tersenyum, kedua matanya masih belum lepas dari Ryeowook sedikitpun. “Dia hanya tertarik menggali kebersamaan kalian, tidak lebih…,” lanjutnya.

Benar. Itu semua benar. Kalaupun Hyukjae nyatanya memang mencintai Minrin, tapi ia tahu kepada siapa hati gadis itu berlabuh. Lagi-lagi Hyukjae tersenyum. Ia harus mengalah.

“Kau terlalu yakin, Kim Ryeowook. Hanya karena tidak saling bertemu bukan berarti perasaan akan hilang sepenuhnya. Aku masih melihatnya sebagai Shin Minrin yang dulu, dan dia masih saja menganggapku cinta pertamanya.”

Hyung, kau juga tahu dia cinta pertamaku kan? Satu-satunya gadis yang kucintai dari dulu bahkan hingga detik ini. Aku sama sekali tidak berencana menyakitinya.” Ryeowook menatap lurus undangan pertunangan yang tergeletak di atas meja depannya.

Ia kembali mendongak menatap Hyukjae. Sedetik kemudian ia pun menghela nafasnya dengan lemah. Ia berdiri dari tempat duduknya dan berjalan keluar begitu saja. Ia tidak ingin berdebat, karena ucapan Hyukjae barusan sama saja memercikkan amarah dalam dadanya. Ia terlalu egois.

“Ilsan, dia tinggal di Ilsan tapi bukan di tempat bibinya,” ucap Hyukjae tiba-tiba ketika Ryeowook tengah memegang knop pintu dan berusaha membukanya. Ryeowook berhenti dan berbalik, menatap Hyukjae tidak percaya karena sahabatnya itu baru saja memberikan informasi yang selama ini dicarinya.

“Dia bekerja di Amour café, ibunya dan adik perempuannya tinggal bersamanya di flat tidak jauh dari café itu.” Hyukjae melanjutkan lalu pria itu untuk pertama kalinya tersenyum dengan tulus. “Aku memang mencintainya tapi perasaan itu hanya bertepuk sebelah tangan. Jika saja kami tidak terpisah, mungkin aku bisa mendapatkannya. Tapi karena kau sudah hadir dalam hidupnya, kurasa dia memang hanya ingin menggali kebersamaannya denganku.” Hyukjae sekali lagi tersenyum pada Ryeowook.

Hyukjae memang sudah kalah. Ia tidak mengalah tapi ia memang kalah dari Ryeowook dalam hal merebut hati seorang Shin Minrin.

Ryeowook sendiri yang masih tidak percaya pun hanya bisa membalas senyuman itu. Ia ingin mengucapkan rasa terima kasihnya, tapi entah kenapa ia bahkan tidak sanggup mengatakan itu. Ryeowook pun hanya membalasnya dengan anggukan kepala kecil lalu bergegas meninggalkan ruangan itu. Ia harus segera ke Ilsan.

Sementara itu Hyukjae yang melihat kepergian Ryeowook hanya bisa kembali tersenyum. Keputusannya sudah benar dengan memberikan sahabatnya itu kesempatan kedua untuk memperbaiki kesalahannya. Ia tahu ketulusan yang dimiliki Kim Ryeowook untuk sahabat masa kecilnya sekaligus cinta pertamanya, Shin Minrin.

***

Suasana café agak sepi malam ini. Hanya terlihat dua pasang manusia yang tengah menikmati kopi mereka di dekat jendela besar, dan juga dua orang wanita yang tengah berbincang serius dengan dua buah cake di depan mereka. Hari ini Minrin mendapatkan shift terakhir, yang itu berarti ia akan berkerja sampai jam 10 malam saat di mana café ini ditutup. Seorang wanita lain yang juga bekerja pada shift yang sama dengannya terlihat menghampirinya dengan terburu-buru setelah mengganti seragamnya. Dia bilang akan pulang lebih awal karena ibunya baru saja datang berkunjung. Awalnya Minrin keberatan karena ia harus  bekerja sendirian hingga dua jam ke depan. Tapi pada akhirnya ia tidak bisa menolak permintaan teman kerjanya itu.

“Jangan lupa bersihkan semuanya sebelum kau keluar. Kau bisa membawa kuncinya,” ucapnya sambil menyerahkan kunci café itu padanya.

Minrin mengangguk paham dan mengambil kunci itu. “Arraso,”

“Kalau begitu, aku pulang…sampai jumpa besok pagi, euhm?” Minrin kembali mengangguk dan wanita yang umurnya hanya lebih tua dua tahun darinya itu tersenyum sebelum meninggalkan Minrin dengan empat orang pelanggan yang masih setia menghabiskan waktunya di café ini.

Begitu wanita itu pergi, kini hanya tersisa dirinyalah sebagai pegawai café ini. Sebenarnya ia tidak perlu khawatir, karena sudah hampir jam 10 malam dan sebentar lagi ia harus menutup café ini. Empat orang yang tersisa itu adalah pelanggan terakhir mereka untuk hari ini. Kelihataannya dua orang wanita tadi sudah bersiap untuk pergi.

Lonceng yang terpasang di atas pintu café tiba-tiba berbunyi saat Minrin sedang membersihkan meja. Dengan segera ia berbalik dan tanpa melihat siapa yang datang ia pun membungkuk dan memberinya sapaan.

“Selamat datang di Amour Café,” ucapnya kurang bersemangat. Jika saja bosnya masih ada di sini, entah sanksi apa yang akan diterimanya karena menyapa pelanggan tanpa semangat seperti ini.

Minrin tidak peduli dan membiarkan saja pelanggan itu memilih sendiri tempat duduknya, ia sendiri kembali melanjutkan perkerjaannya. Hingga akhirnya seseorang mengatakan sesuatu yang akhirnya membuatnya menghentikan pekerjaannya.

“Bagaimana bisa seseorang menyapa pengunjung café ini dengan begitu tidak bersemangatnya?” tegur seseorang yang ternyata orang yang baru saja datang tadi. Minrin menoleh dan  demi Tuhan ia merutuki tindakannya itu.

Ia terdiam begitu saja saat mengetahui siapa orang yang baru saja memprotes nada yang digunakannya saat menyapa pelanggan. Ya.. orang itu..Minrin mengenalnya, Kim Ryeowook. Karena terlalu terkejut, ia bahkan tidak sanggup menggumamkan namanya. Ia hanya diam saja, menatap pria itu yang kini juga tengah menatapnya dengan senyum yang sialnya sangat disukai Minrin.

Sadar bahwa Minrin baru saja terhipnotis sekali lagi oleh senyum itu, ia pun buru-buru membungkukkan badannya lagi. “Jeongsohamnida,” ucapnya kemudian dengan nada yang dikontrolnya sebaik mungkin agar tidak terdengar canggung.

Ryeowook masih melihatnya. Pria itu mungkin sedang berdebat dengan dirinya sendiri tentang apa yang harus dikatakannya pada gadis yang beberapa hari terakhir mati-matian dicarinya. Tapi kemudian ia pun akhirnya tidak mengatakan apapun dan mengambil tempat duduk yang tidak jauh dari meja kasir.

Minrin kembali ke belakang setelah mencatat pesanan pria itu. Sesukses apapun ia memperlihatkan dirinya pada pria itu bahwa ia biasa saja, nyatanya jauh dalam hatinya ia tidak bisa berbohong kalau ia sebenarnya sangat gugup bertemu dengannya lagi. Minrin kembali dengan membawa secangkir Americano coffe untuk Ryeowook. Ia tidak mengatakan apapun saat menyajikan minuman itu.

“Kau bekerja di sini sekarang?” Ryeowook satu-satunya yang membuka suara saat itu. Tapi Minrin memilih untuk tetap diam sembari meletakkan secangkir kopi itu di depan Ryeowook dan segera pergi dari hadapannya secepat mungkin. Minrin bisa merasakan pria itu masih mengawasi gerak-geriknya.

“Kau tidak perlu memakai high heels jika disini, benarkan?” sekali lagi Ryeowook berbicara. Namun lagi-lagi Minrin bergeming. Suasana café itu mendadak sangat hening ketika disadarinya hanya tinggal mereka berdua di tempat itu. Sepasang manusia di dekat jendela besar sudah pergi mengikuti dua orang wanita tadi.

“Café ini tutup jam 10, jadi silahkan nikmati kopi anda.” Minrin membungkuk sebentar lalu berlalu dari hadapan Ryeowook begitu saja. Gadis itu bahkan menghindari tatapan Ryeowook yang masih terpusat padanya. Sikapnya itu benar-benar membuat Ryeowook terhenyak. Gadis itu benar-benar menganggapnya sebagai orang asing.

Minrin tidak tahu kenapa ia sangat terganggu dengan kehadiran pria itu, padahal seharusnya ia senang bukan? Karena gadis itu..ya benar karena gadis yang bersama Ryeowook di lift lah yang menyebabkan dirinya sangat kesal sekarang. Dan jangan lupakan pria itu akan segera bertunangan.

Ya Tuhan, haruskah ia merasa tidak suka padahal jelas-jelas diantara mereka berdua tidak ada hubungan apapun lagi?

Dua puluh menit berlalu sejak Ryeowook datang. Hanya tinggal lima menit sebelum Minrin menutup café ini, tapi ia melihat Ryeowook bahkan tidak bergerak sedikitpun dari tempat duduknya. Pria itu hanya menatap ke depan, dengan secangkir Latte Coffe yang belum disentuhnya sama sekali. Apa pria itu berencana tetap di sana meskipun Minrin akan memperlakukannya sebagai orang asing? Atau dia akan menungguinya sampai pulang? Ya Tuhan…

Selama dua menit berlalu, Minrin juga hanya diam di balik meja kasirnya, sesekali ia memperhatikan Ryeowook tapi kemudian berakhir dengan helaan nafas lemah. Apa yang harus dilakukannya?

Jam sepuluh lebih lima belas menit, Ryeowook terlihat masih betah di tempatnya. Minrin tidak punya pilihan lain. Setelah berdebat sebentar dengan dirinya, Minrin pun bangkit dari tempatnya, berjalan dengan pelan menghampiri Ryeowook.

Jeongsohamnida, tapi kami harus tutup. Kau bisa kembali besok,” Minrin membungkuk dengan sopan lalu tanpa diketahuinya matanya sudah bergerak menatap Ryeowook yang kini juga tengah menatapnya.

“Bisa kita bicara?” tanya Ryeowook kemudian. Pria itu mengeluarkan kedua tangannya yang semula tersembunyi di balik saku mantelnya. Ia menegakkan posisi tubuhnya dan berdehem pelan. “Ada hal yang ingin kutanyakan padamu,” lanjutnya lagi.

Tangan Minrin sudah terulur untuk membersihkan meja, ketika secara tiba-tiba Ryeowook mengenggam pergelangan tangannya. “Sebentar saja,” pintanya.

Minrin diam lagi. Ia berpikir sebentar. Sejujurnya ia tidak keberatan berbicara dengan Ryeowook, tapi ia hanya takut ia akan menangis seperti terakhir kalinya mereka bertemu. Tidak. Ia tidak akan melakukan itu.

“Aku sangat sibuk, kau bisa pergi sekarang,” ucap Minrin kemudian dengan nada dingin. Dan seketika itu Ryeowook mengedurkan genggamannya di pergelangan Minrin. Gadis itu segera memalingkan wajahnya dari Ryeowook dan kembali focus dengan pekerjaannya membersihkan meja. Secepat kilat ia merampungkan tugasnya itu dan langsung berlalu begitu saja ke dalam.

Ryeowook yang melihatnya hanya bisa tersenyum miris. Ia tahu akan sesulit ini untuk mengajak gadis itu bicara.

Sementara itu di dalam Minrin tengah berdebat hebat dengan dirinya sendiri. Ia tahu ia sangat ingin bersikap biasa saja di depan Ryeowook, tapi kenapa ia justru bersikap sedingin ini tadi? Ini benar-benar bukan gayanya.

Setelah menyelesaikan semua pekerjaannya sebelum mengunci pintu, Minrin segera melepas appronnya dan mengganti seragamnya. Selesai dengan semua itu, ia pun kembali ke depan dan mendapati ruangan itu kosong. Tidak ada Ryeowook di sana, yang ada hanyalah meja kursi yang sudah tertata rapi, bahkan kursi yang diduduki Ryeowook tadi sudah kembali seperti semula. Dan lagi-lagi ia tidak mengerti kenapa ia sangat kecewa melihat Ryeowook sudah pergi.

Minrin menghela nafasnya dengan lemah, lalu bergegeas keluar dan mengunci pintu café ini. Titik-titik putih berjatuhan dari langit dan berakhir basah di tangan Minrin yang menengadah ke atas. Salju turun secara tiba-tiba di musim dingin yang seharusnya sudah hampir berakhir. Minrin berhenti sebentar di depan café, kepalanya mendongak ke atas dan dilihatnya titik-titik salju menetes di pipinya.

“Kenapa harus turun salju?” keluhnya lalu mengeratkan mantelnya dan berjalan dengan pelan menyelusuri jalanan yang sedikit basah.

Belum seperempat jalan, ia tiba-tiba menghentikan langkah kakinya. Seseorang seperti tengah mengikutinya. Suara sepatu yang bersentuhan dengan salju berhenti begitu saja. Ia menoleh dengan cepat ke belakang dan sekali lagi kehadiran pria itu yang tidak terduga membuatnya terkejut.

Ryeowook berdiri beberapa langkah di depannya. Pria itu hanya diam dengan eskpresi yang sama seperti saat dia menghabiskan dua puluh menit di café tadi. Minrin juga hanya diam dan mengabaikan begitu saja Ryeowook yang tengah menatapnya memohon dan kembali berjalan. Hanya beberapa langkah karena setelahnya ia kembali berhenti. Ia menoleh lagi dan merasa kesal karena Ryeowook ternyata mengikutinya sajak tadi. Pria itu tidak pergi setelah diusirnya dan entah bagaimana dia bisa mengikutinya seperti ini.

“Kenapa kau mengikutiku?”

Minrin menatapnya tajam. Sementara Ryeowook terlihat hanya mendesah pelan. sudah ketahuan, mau bagaimana lagi. Ryeowook berjalan mendekat dan kini tepat berdiri di hadapan Minrin, hanya berjarak tiga langkah dari gadis itu yang kini semakin tajam menatapnya.

Na halmari isseo,” gumam Ryeowook pelan. Pria itu masih bersikeras dengan keinginannya itu. Tatapannya tidak lepas dari Minrin, seakan-akan ia perlu mematri kuat-kuat wajah gadis itu dalam otaknya, bagaimana ekspresinya saat ini dan mencoba menerka-nerka apa yang tengah dipikirkan gadis itu.

Tapi nihil, ia tidak mendapatkan apapun. Keduanya masih diam di tengah hujan salju yang mulai membekukkan udara di sekitar mereka. Cukup lama mereka dalam keadaan itu, hingga akhirnya Minrin menyerah dan mendesah pelan. Ia melihat jam di tangannya lalu kembali menatap Ryeowook.

“Lima menit. Aku beri kau lima menit untuk bicara,” ucapnya akhirnya.

Ryeowook langsung saja merasa senang mendengar keputusan gadis itu. Lima menit. Ya..lima menit sepertinya cukup untuk mengatakan semua hal yang selama ini mengganggunya. Ryeowook menarik nafasnya dalam. Jujur saja ia tidak tahu harus memulai dari mana.

“Bagaimana keadaanmu? Jaljinaesoo?” pertanyaan itu lah yang pertama terlontar. Ryeowook tersenyum hambar saat dirasakannya keadaan mendadak jadi canggung.

 “Apa hanya itu yang ingin kau katakan setelah menunggu di depan café dan mengikutiku sejak tadi?” cibir Minrin sambil menggelengkan kepalanya. “dabdabhae…,” makinya pelan.

Ryeowook menunduk sebentar, mengakui kebodohannya sendiri dan ketidakampuannya untuk berbicara. Sejenak ia bahkan kagum, bagaiamana bisa Shin Minrin bisa bersikap sebiasa ini setelah apa yang terjadi di antara mereka?

Sekali lagi Minrin melihat kea rah jam tangannya. “Tiga menit lagi.”

Ryeowook kembali mendesah, lalu menegakkan kembali kepalanya, menatap gadis itu sekali lagi. Dan Ryeowook harus mengakui bahwa ia sangat merindukan sosok di depannya itu. Ia merindukan tatapan itu, merindukan sikapnya yang selalu serba salah setiap kali dipaksa bertemu dengan ibunya dan juga merindukan bagaimana gadis itu terus meyakinkan dirinya bahwa suatu saat nanti dia bisa menerima Ryeowook dan mencintai Ryeowook. Tapi gadis itu bahkan hanya memberinya waktu lima menit untuk mengagumi sosok dirinya itu.

“Dua menit, jika tidak ada yang ingin kau katakana lagi, aku pergi…!”

“Saat itu, kau bilang ingin menanyakan sesuatu padaku.” Ryeowook memotong cepat, menahan gerakan Minrin yang memang sudah hendak pergi. “Mwotte? Apa yang ingin kau tanyakan?” Minrin sekali lagi mengernyit. “Saat kau datang ke apartementku, kau bilang ingin menanyakan sesuatu kan? Tapi saat itu kita justru bertengkar,” Ryeowook melanjutkan yang seketika itu membuat Minrin paham.

Perlahan ingatannya kembali pada masa itu. Minrin ingat sekarang. Ia memang ingin menanyakan sesuatu saat itu. Ia susah payah memberanikan diri datang untuk bertanya tapi ternyata pertemuan mereka justru berakhir dengan pertengkaran dan juga perpisahan.

Rongga dadanya mendadak menyempit. Ia menarik nafas dalam lalu menghembuskannya dengan cepat. “Aku sudah mendapatkan jawabannya,” ujarnya lalu perlahan matanya memanas.

Saat itu ia ingin menanyakan apakah Ryeowook masih ingin berada di sisinya, apakah pria itu masih memberinya kesempatan dan yang paling penting apakah pernikahan itu akan tetap berlangsung. Tapi nyatanya sikap Ryeowook menunjukkan kebalikannya. Dan Minrin sudah mendapatkan jawabannya sekarang. Tidak ada lagi kesempatan itu untuknya, pria itu akan bertunangan dengan gadis lain dan itu berarti selamanya Ryeowook memang meninggalkannya.

“Apa soal pernikahan?” tebak Ryeowook kemudian saat melihat Minrin berusaha keras menahan air matanya. Ryeowook melihatnya dengan jelas mata itu berkaca-kaca. Tatapan itu tengah terluka dan Ryeowook sangat yakin dengan tebakan itu.

Balasannya Minrin justru tersenyum sedikit menyerangai. “Bukankah seharusnya kau menyiapkan pesta pertunanganmu?” cibirnya lalu melihat jam di tangannya lagi. “Waktumu habis!” ucapnya ketus lantas ia pun berbalik dengan cepat ketika tiba-tiba Ryeowook menahan pergelangan tangannya.

Chakkan…!”

 “Satu pertanyaan lagi…” ucap Ryeowook kembali memohon, berharap gadis itu akan berbalik dan menatapnya lagi. “Apa kau menyukaiku atau menyukai Lee Hyukjae?

Ryeowook bersumpah kali ini ia tidak akan membiarkan gadis ini pergi begitu saja. Ia mengeratkan cengkeraman di pergelangan tangan Minrin dan menariknya dengan pelan.

Di sisi lain Air mata gadis itu sudah menetes dengan pelan sejak pertanyaan itu dilontarkan Ryeowook untuknya. Ditariknya nafas dalam-dalam lalu menghembuskannya dengan lemah. Sekali lagi rasanya rongga dadanya terlalu sempit untuk menampung oksigen yang tengah dihirupnya. TIdak punya pilihan, Ia pun memutar badannya lagi ,menghadap Ryeowook. Dengan pelan ia melepaskan cengkeraman tangan Ryeowook di pergelangan tangannya.

“Aku tidak tahu ini tentang apa, tapi aku tahu siapa orang yang aku benci saat ini. Orang yang menolak memberikan kesempatan. Dia seharusnya tidak berada di sini. Aku membencinya. Orang itu bahkan tidak menyadari kesalahannya.” Bibirnya sedikit bergetar mengatakan hal itu. Sekali lagi Minrin menahan air matanya. Kedua matanya yang berkaca-kaca masih menatap Ryeowook.

“Kim Ryeowook?” tanya Ryeowook memastikan

Minrin pun hanya memalingkan wajahnya ke samping, membiarkan air mata itu menetes lagi. Ia menarik nafasnya dalam-dalam berulang kali saat dirasakan rasa sesak itu hampir mencekik paru-parunya.

Kenyataannya kebencian itu ada karena masih ada perasaan yang tersisa. Karena itulah Minrin sangat membenci pria di depannya itu. Ia sangat membencinya, karena sejujurnya masih ada perasaan yang terisasa untuknya.

Jadi apakah ia mencintai Kim Ryeowook dan bukannya Lee Hyukjae? Haruskah Minrin menjawabnya setelah apa yang dilakukan selama ini? haruskah ia menegaskan sekali lagi bagaimana kesepiannya dia, dan bagaiaman penyesalan itu mencekiknya selama ini? Ya… Minrin mencintai pria ini. Sungguh…

Mianhae….” Ryeowook berjalan mendekat. Tangannya terulur menghapus sisa air mata itu. Minrin hanya diam di tempatnya. Ia menunduk sedikit saat merasakan setuhan tangan Ryeowook di wajahnya. “Aku ingin memberikan kesempatan itu lagi” ucapnya pelan dengan ibu jari yang masih berusaha mengapus air mata Minrin.

Minrin tidak merespon, ia hanya mendongakkan kepalanya pelan, menatap Ryeowook dan terus menatapnya dengan kedua mata yang berkaca-kaca. Apa yang baru saja dibicarakan Ryeowook? Memberinya kesempatan? Memberinya kesempatan untuk dicampakkkan begitu?

Seharusnya ia tetap pada keputusannya untuk membuat semuanya kembali pada titik awal, tapi sepertinya sebagian anggota tubuhnya sedang tidak bekerja menurut pada akal sehatnya. Kenyataannya ia masih ingin mencintai pria ini. Dan anggukan kepala pelan itu cukup memberikan jawaban untuk Ryeowook. Dengan satu gerakan yang pelan Ryeowook maju mendekat dan mendekap tubuh Minrin. Ryeowook memeluknya, memberinya pelukan yang hangat untuk pertama kalinya.

Bukankah sangat bodoh? Ya…Minrin kembali menjadi orang bodoh yang menerima kesempatan itu padahal ia tahu di depan sana akan ada pertunangan antara pria yang sedang memeluknya dengan gadis lain. Minrin lupa tentang kenyataan itu. Jujur saja ia tidak ingin mempedulikannya.

Tapi bisakah Minrin egois sekali lagi? Seperti yang pernah dilakukannya selama ini. Egois. Bisakah ia untuk kali ini egois?

Ryeowook melepaskan pelukannya lalu tersenyum pada Minrin. Dan satu ciuman lembut tiba-tiba sudah mendarat di bibir gadis itu. Minrin bahkan memejamkan matanya saat sentuhan itu terjadi. Ciuman pertama mereka.

***

Keadaan jalan masih basah karena hujan salju dan tidak banyak kendaraan yang lewat. Tapi bukan berarti Ryeowook berani menambah kecepatan lagi. Ryeowook hanya tidak ingin melewatkan kebersamaan ini. Ia melirik ke samping, di mana Minrin duduk dengan tenang dengan tangan yang digenggamnya dengan erat. Dan Ryeowook bersumpah tidak akan melepaskan tangan ini sekali lagi. Ia tersenyum lalu kembali focus ke jalanan

Minrin yang duduk di sampingnya, sesekali juga hanya tersenyum melihat Ryeowook dari samping. Semua yang baru saja terjadi seperti mimpi. Sangat cepat dan Minrin berharap tidak akan bangun dari mimpi indah ini.

Tapi sebuah kenyataan harus dihadapi Minrin. Sebuah pertunangan. Ya kata itu terus berputar-putar dalam otaknya sejak ia menerima kembali kesempatan yang ditawarkan Ryeowook. Kesempatan untuk mencintai Kim Ryeowook.

Minrin termenung sebentar. “Apa semua ini tidak apa-apa?” tanyanya lirih lalu menoleh ke arah Ryeowook yang ternyata membalasnya dengan senyuman. Minrin merasakan Ryeowook semakin erat menggenggam  tangannya dan sekali lagi ketulusan pria itu menyentuh hatinya.

Ryeowook mengerti pertanyaan itu dimaksudkan untuk apa. “Gwaenchana,” jawabnya menenangkan.

Minrin balas tersenyum dengan tipis. Bagaimana jika tidak?

“Tapi gadis itu…”

Gokchonghajima.” Ryeowook menoleh dan sekali lagi tersenyum. “Jangan pikirkan apapun, aku yang akan menyelesaikan masalah itu. Kau hanya perlu mempercayaiku, arrasso?”

Melihat ketulusan Ryeowook yang terus diberikan pada akhirnya membuat Minrin luluh. Gadis itu lantas mengangguk kecil. Dia tidak perlu memikirkan apapun hanya perlu mempercayai Ryeowook. Ya… Minrin akan melakukannya. Mempercayainya.

***

Flashback

Beberapa saat yang lalu

“Eomma, mempercayaiku kan?” Ryeowook menggengam erat tangan ibunya dan berlutut di depannya.

Nyonya Kim yang semula tidak pecaya anaknya itu tiba-tiba menemuinya dan mengungkapkan keinginanya untuk membatalkan pertunangan hanya bisa diam tidak mengerti.

“Kenapa tiba-tiba sekali?”

“Eomma, kau mengenalku dengan sangat baik, bukan? Jadi kumohon katakan pada Tuan Han  untuk membatalkan pertunanganku,” desak Ryeowook lagi.

“Perusahaan kita sedang tidak dalam kondisi yang baik, Ryeowook-ah. Dan kita semua sepakat kau bertuangan dengan Sena, dengan begitu perusahaan keluarga mereka akan membantu kita.”

“Aku akan melakukan dengan caraku untuk menyelamatkan perusahaan.” Ryeowook masih bersikeras. “Lagipula bagaimana bisa mereka memutuskan sepihak tanggal pertunangan dan menyebarkan undangan? Aku bahkan baru tahu hari ini.”

Ya Nyonya Kim mengerti kekecewaan Ryeowook tentang pertunangan yang tiba-tiba itu. Ia sendiri bahkan juga tidak percaya keluarga Han secepat itu menentukan tanggal pertunangan tanpa mendiskusikan terlebih dahulu dengan keluarganya.

Ia menepuk pundak Ryeowook pelan. Sebagai seorang ibu, tentu saja sangat mengerti bagaimana perasaan puteranya saat ini. Dan sejak bertemu dengan Minrin, dia tahu dengan siapa kebahagian puteranya itu berada. Karena gadis itu satu-satunya yang pernah Ryeowook kenalkan padanya.

“Lalu apa yang akan kau lakukan? Menemui Minrin dan membuatnya kembali padamu?” Ryeowook mengangguk pasti dan Nyonya Kim pun hanya bisa menghela nafasnya. “Gadis itu menangis saat terakhir kali datang ke apartement ini. Meskipun Eomma tidak tahu apa yang membuat kalian memutuskan berpisah, tapi eomma melihat ketulusan gadis itu. Dia mencintaimu,” ucap Nyonya Kim lalu tersenyum mengangguk, yang itu berarti ia baru saja menyetujui untuk membantu puteranya.

“Aku akan bicara padanya. Dan kuharap kau bisa membawanya kembali, Ryeowook-ah…!”

Ryeowook tersenyum lebar dan mengangguk. Ia pun segera memeluk ibunya itu dengan erat“Ne, Arraso eomma..! kuerigo, gamsahamnida,”

End Flashback

***

Two days later

Jika dia takdirmu, bagaimana pun caranya dia pasti akan kembali padamu. Sepertinya Minrin harus mempercayai kata-kata Hyehyo itu. Semua berlalu sangat cepat tanpa Minrin sadari. Dan seperti yang Ryeowook katakana semua baik-baik saja. Entah bagaimana Ryeowook menyelesaikan masalah pertunangan dengan gadis itu tapi keyataannya pertunangan itu memang batal dan berganti dengan sebuah pernikahan.

Pernikahan. Ya benar pernikahannya dengan pria itu.

Minrin menatap sekali lagi kea rah cermin yang menampilkan wajahnya yang kini terlihat lebih cantik. Rambut panjangnya di sanggul ke atas, memperlihatkan lehernya yang sempurna karena gaun putih panjang tanpa lengan yang dikenakannya. Seorang pelayan yang tadi membantunya berdandan sudah meninggalkan ruangan dan kini hanya menyisakan dirinya seorang dengan debar jantung yang tidak karuan. Ia sangat gugup.

Tepat saat itu, Hyehyo masuk dan tersenyum ke arahnya. Sahabatnya itu menghampirinya dan duduk di sampingnya tanpa sedikitpun melepaskan tatapannya dan juga senyumannya.

“Kau percaya atau tidak tapi kau sangat cantik, jinjja yeppoda…!” pujinya

“Apa semua orang sudah datang?” Hyehyo mengangguk lalu menggengam tangan Minrin.

“Jangan gugup, atau kau akan mengacaukan upacara pernikahanmu sendiri.” Minrin tersenyum dan mengangguk.

Segugup apapun diirnya, tentu saja dia tidak boleh mengacaukan hari bersejarah dalam hidupnya ini.

“Aku menarik kata-kataku saat itu. Kim Ryeowook orang yang sangat baik. Dia mungkin tidak setampan Lee Seunggi tapi dia benar-benar orang yang sangat baik. Mulai sekarang hiduplah dengan bahagia bersamanya, Minrin-ya,” ucap Hyehyo dengan tulus. Sekali lagi Hyehyo tersenyum.

 “Gomawo….”

Keduanya hanya saling melempar senyum setelah itu. Hyehyo seperti tidak percaya semua ini terjadi lebih cepat dari dugaannya. Awalnya ia berpikir setidaknya sahabatnya itu mungkin akan menyendiri lagi dua atau tiga hari sejak kedatangannya ke Ilsan, tapi siapa yang menyangka sahabatnya itu kini tersenyum bahagia menyambut hari bahagianya dan juga kehidupan barunya.

Kuere, aku harus kembali keluar, kau tahu ibumu terus saja menarikku untuk menemaninya,” guraunya.

Minrin mengangguk dan setelah itu membiarkan Hyehyo keluar dari ruangan itu. Setelah berbicara sebentar dengan Hyehyo, Minrin merasa lebih baik. Ia tidak lagi merasa segugup tadi. Tapi tetap saja perasaan itu kembali melandanya saat pintu itu kembali ditutup dan menyisakan dirinya di ruangan yang luas itu.

Beberap kali ia menarik nafasnya dalam-dalam. Lalu dilihatnya seseorang kembali masuk ke dalam ruangan tunggu ini. Kali ini seorang pria, Lee Hyukjae. Sahabatnya itu terlihat gagah dengan stelan jas berwarna hitam dan bunga berwarna putih yang menghiasi saku jasnya. Lee Hyukjae memang diminta oleh Ryeowook untuk menjadi pendamping mempelai laki-laki. Tanpa ragu Minrin berdiri dan menghampirinya.

 “Chukkae,” Hyukjae tersenyum dan berdiri tepat di depan Minrin.

Dan Minrin hampir tidak percaya melihat sahabatnya itu yang juga cinta pertamanya berdiri di depannya dan memberikan selamat atas pernikahannya.

Oppa, kau sangat tampan,” puji Minrin tanpa sadar. Tapi sahabatnya itu memang sangat tampan hari ini.

“O..ho.. apa ini? aku sudah melepaskanmu, jadi jangan membuatku menyesal dengan keputusanku, tskk…” Hyukjae berdecak kecil lalu tertawa begitu juga Minrin saat mendengar gurauan itu.

Minrin tidak henti-hentinya tersenyum. Ini kali pertamanya ia merasa sangat lega. Sesuatu yang selama ini ia pikir tidak akan pernah terjadi tenyata benar-benar terjadi.

“Kau harus tahu Ryeowook sangat mencintaimu sejak dulu sampai sekarang. Aku bahkan tidak menyangka dia bisa bertahan menyukai satu orang gadis sejak usianya lima belas tahun.”

Minrin mengernyit heran. Apa maksudnya itu? Sejak usianya lima belas tahun?

Oppa, apa maksudmu?” nada suaranya berubah serius dan juga bingung.

“Kau tidak tahu? Kenapa Ryeowook menolak perjodohannya selama ini? dan kenapa tiba-tiba dia memutuskan untuk menikah denganmu?”

“Karena dia tidak suka dijodohkan,” jawab Minrin terus terang.

“Dan kenapa dia tidak suka dijodohkan?” sekali lagi Minrin mengernyit. Ia berpikir sebentar dan kemudian ia ingat, saat itu Ryeowook mengatakan sesuatu padanya.

“Karena dia sedang berusaha mencari wanita yang dicintainya…” kedua mata Minrin menyipit dengan pelan. “Cinta pada pandangan pertamanya…” lalu dengan cepat ia menatap Hyukjae. “Kau bercanda kan?” serunya tidak percaya saat menyadari maksud Hyukjae tadi.

Hyukjae tersenyum dan mengangguk. “ Aniyo, dan aku orang yang membantunya menemukan gadis itu. Gadis yang juga menjadi cinta pertamanya. Dia sudah mencarimu selama ini, Minrin-ya… dan dia tidak ragu untuk memilihmu sebagai orang yang akan dinikahinya.”

Minrin masih tidak percaya dengan kenyataan itu. Ternyata masih banyak hal yang belum diketahuinya tentang Kim Ryeowook. Apapun itu, mulai sekarnag ia akan mencoba mengenalnya.

Tapi benarkah apa yang dikatakan Hyukjae tadi? Bahwa Ryeowook sudah menyukainya sejak dulu?

Pintu ruangan itu kembali dibuka dan membuat Minrin serta Hyukjae menoleh kea rah pintu itu. Kali ini seseorang yang masuk itu mengatakan bahwa upacara pernikahan akan segera dimulai dan meminta Minrin untuk keluar. Gadis itu tiba-tiba menengang di tempatnya menatap Hyukjae.

“Tidak perlu gugup,” sekali lagi Hyukjae memberikan senyuman menenangkan untuknya.

Gomawo, Oppa…,” ucapnya lalu tersenyum.

***

Suara music klasik mengiri langkah kakinya memasuki aula itu. Kakinya yang biasanya tidak pernah nyaman dengan high heels nyatanya mampu berjalan dengan sempurna di atas karpet merah yang membentang hingga di depan aula. Tangannya menggenggam lengan ayahnya yang mengantarkannya pada pria di depan sana. Seorang pria dengan stelan jas putih yang mempesona. Di deretan kursi paling depan ia melihat ibunya, adik perempuannya dan juga Hyehyo tengah tersenyum bahagia memperhatikannya.

Ya…dan hari ini, hanya tinggal beberapa langkah ia akan menemui pria itu. Pria yang baru disadarinya sudah pernah ditemuinya bertahun-tahun yang lalu. Tanpa bisa diingatnya dengan baik, ia pernah terjebak hujan bersama-sama. Tanpa disadarinya, pria itu pernah melihatnya menangis sendirian dan tanpa disadarinya juga mereka pernah saling mengenal meski hanya sebentar.

Lalu di sisi kiri pria itu berdiri seorang pria yang dulu pernah mengisi hari-harinya. Lee Hyukjae. Dia adalah sahabatnya, sahabat terbaiknya. Lee Hyukjae juga tersenyum padanya. Pria yang sesaat mampu mengombang-ambingkan perasaannya namun pria itu berdiri di sana, menyuruhnya untuk menetapkan hatinya dan berjanji akan tetap memberikan uluran tangannya kapan pun Minrin membutuhkan kehadirannya sebagai seorang sahabat.

Hanya tinggal beberapa langkah lagi dan ia akan menyambut kebahagiaannya. Minrin bisa melihatnya semakin dekat di depannya. Ryeowook membungkukan badannya di depan ayahnya lalu perlahan mengulurkan tangannya pada dirinya. Minrin tersenyum lalu meraih uluran tangan itu. Dalam sekejap ia tidak lagi menggenggam lengan ayahnya tetapi lengan pria ini. Kim Ryeowook.

Janji itu terucap sangat singkat diantara keduanya yang diiringi riuh tepuk tangan tamu undangan. Ibunya terlihat menteskan air matanya begitu juga dengan ayahnya yang  tersenyum bahagia padanya. Semua orang meneriakan ucapan selamat dan terselip doa-doa untuk mereka.

Minrin tidak tahu harus bagaimana menggambarkan perasaannya saat ini. Ia bahagia, dan bahkan semua kosakata di dunia ini yang mengekspresikan kebahagiaan belum tentu mampu mendeskripsikan perasaannya. Semua berlalu sangat cepat, begitu juga dengan acara penyematan cincin dan juga ciuman yang bisa dilakukan oleh pasangan yang baru saja diresmikan menjadi sepasang suami istri. Ryeowook mengecup bibirnya sangat pelan dan cepat namun tidak mengurangi ketulusannya di sana. Ciuman kedua mereka. Dan Mulai hari ini, detik ini hidup barunya akan dimulai.

***

Usai upacara pernikahan, malam harinya tanpa Minrin sadari sebuah pesta pernikahan sudah disipakan untuk mereka berdua. Pesta ini mmeberi waktu untuk rekan bisnis Ryeowook dan ayahnya yang tadi tidak sempat hadir saat upacara pernikahan.

Hall yang luas itu disulap menjadi sebuah ruangan dengan nuansa putih dan biru. Warna itu benar-benar kesukaan Minrin. Ia bahkan tidak menyangka Ryeowook bisa tahu warna favouritenya. Karangan bunga ucapan selamat menghiasi jalan masuk ke dalam hall. Bunga-bunga berwarna putih mendominasi hiasan di dalam hall. Dekorasi yang benar-benar mewah.

Minrin tengah sibuk mengamati tamu undangannya sekaligus mengingat-ingat siapa saja yang tadi sempat dikenalkan Ryeowook padanya. Hanya beberapa yang mampu diingatnya karena bagaimanapun juga ia tipe orang yang tidak mudah mengingat nama orang yang baru saja didengarnya. Ia baru saja akan duduk di salah satu kursi dan mengistirahatkan kakinya yang sudak mulai kaku ketika Ryeowook yang tadi sempat meninggalkannya menghampirinya. Bagaimana tidak, sejak tadi ia sudah berdiri dengan high heels tinggi, tersenyum dan bersalaman dengan para tamu undangan. Ia benar-benar lelah.

“Aku tahu kau tidak nyaman dengan high heels itu.” Minrin hanya membalas dengan senyum kecut ucapan Ryeowook barusan dan berharap pria yang baru saja menjadi suaminya itu akan membiarkannya melepas heelsnya sekarang juga.

“Bertahanlah sebentar lagi setelah itu kita bisa beristirahat,” ujarnya lalu mengulurkan tangannya untuk membelai wajahnya. Dan kali ini Minrin hanya mampu mengangguk dengan pasrah.

“Aku tahu, ibumu tidak akan membiarkanku melepas sepatu ini,” sahutnya sakartis saat menangkap sosok ibu mertuanya yang tengah tersenyum padanya. Ryeowook terkekeh pelan dan kemudian dengan pelan pria itu menggenggam tangannya.

“Ada seseorang yang ingin kukenalkan padamu,” katanya sambil menarik sedikit paksa dirinya. Minrin hanya menurut.

Ya…ini resiko menjadi isteri seorang calon Presdir di C.E Group. Ia harus berkenalan dengan rekan bisnis Ryeowook yang jumlahnya bisa dibilang tidak sedikit.

Minrin terus mengikuti Ryeowook yang ternyata membawanya untuk menghampiri seorang pria muda tinggi. Umur pria itu mungkin tidak jauh beda dari Ryeowook tapi jelas pria itu lebih tinggi dari Ryeowook. Pria itu tampan dan Minrin menduga sejak tadi gadis-gadis di ruangan ini sudah menaruh perhatian padanya.

“Kang Minhyuk, dia salah satu temanku saat kuliah dulu.” Ryeowook memperkenalkan pria itu pada Minrin. Pria itu tersenyum dan mengulurkan tangannya yang langsung disambut Minrin.

Annyeonghaeseo, Kang Minhyuk-ssi.”

“Yaa, dia benar-benar cantik, hyung,” ujarnya pada Ryeowook yang bermaksud memuji Minrin. Minrin sendiri hanya balas tersenyum.

“Aku tahu, kau seharusnya juga segera menyusul. Krystal Jung, gadis itu masih di Amerika?” dan setelah itu Minrin tidak terlalu mempedulikan pembicaraan Ryeowook dengan pria itu mengenai seorang gadis bernama Krystal.

Minrin menduga gadis itu pastilan kekasih Minhyuk. Aah…gadis-gadis yang hadir di sini pastilah akan kecewa jika tahu pria mempesona ini sudah punya kekasih.

“Aku akan berangkat lusa ke Amerika, dan kurasa kau akan segera menyusul, benarkan?” Minhyuk bertanya. Dan pertanyaan itu segera menyadarkan Minrin.

Apa katanya tadi? Menyusul? Maksudnya dirinya dan Ryeowook?

Ia menoleh ke arah Ryeowook dan mencoba bertanya. “Ah…benar, aku belum mengatakannya padamu. Karena perusahaan sedang tidak terlalu baik, aku harus ke Amerika minggu depan, kami berdua sedang merencakan sebuah proyek besar di sana,” ucap Ryeowook menjelaskan. Minrin mengangguk berpura-pura paham.

“Jadi maksudmu kita akan pergi ke Amerika setelah ini?” tanyanya membenarkan.

Aniya, hanya aku. Eomma melarangku untuk mengajakmu. Dia sepertinya sedang terobsesi untuk membuatmu menjadi istri yang bisa mengurus rumah tangga,” jawabnya yang seketika itu mengingatkan Minrin tentang betapa buruknya kemampuan memasaknya.

Ia mendesah pelan. Ya…ini hal yang baik, tapi jujur saja ia kecewa. Ia tidak bisa menolak, apalagi ibu mertuanya sendiri yang memerintahkan hal itu. Bukankah ini berarti waktunya bersama Ryeowook hanya samapi minggu depan? Dan setelah itu Ryeowook akan pergi ke Amerika tanpa dirinya. Menyedihkan.

“Baiklah, kurasa aku harus menemui eommonim untuk mendiskusikan pelatihan memasakku, benarkan?” sahut Minrin kecewa. Lalu melepaskan tangannya dari genggaman Ryeowook.

Ia berbicara sebentar pada Minhyuk untuk meminta ijin pergi lebih dulu, lalu setelah itu ia benar-benar meninggalkan dua orang pria itu.

“Yaa, kau marah?”

Aniyo, aku lelah,” jawab Minrin masih sama ketusnya lalu berlalu begitu saja dari hadapan Ryeowook.

Ia tidak benar-benar menghampiri ibu mertuanya, melainkan menuju salah satu balkon yang terlihat sepi. Ia berdiri di sana, sendiri menatap lurus ke depan. Kedua tangannya bertumpu pada pagar besi di depannya. Kedua matanya berusaha dimanjakannya dengan taburan bintang di langit dan juga cahaya lampu di luar gedung ini. Dan Berulang kali ia mendesah pelan.

Hingga dirasakannya seseorang sedang memakaikan sebuah jas di atas pundaknya yang tebuka karena gaun berlengan tipis yang dikenakannya. Ia menoleh dan mendapati Ryeowook sudah berdiri tepat dibelakangnya dengan kedua tangan memegang pundaknya.

“Kau bisa sakit jika di sini, waeyo? Kau sedang memikirkan ucapanku tadi? Mianhae…,” ucapnya pelan.

Minrin tidak mau membenarkan ucapan Ryeowook barusan, tapi kenyataannya memang karena ucapannya tentang pergi ke Amerika lah yang membawanya datang ke balkon ini untuk menyendiri.

“Berapa lama?” tanyanya tanpa sedikitpun berusaha berbalik.

“Paling lama dua minggu. Aku janji akan segera kembali setelah semua selesai.”

Minrin kembali mendesah dengan pelan. Lalu dengan pelan ia merasakan Ryeowook sedang memeluknya dari belakang. Pria itu memberikan kehangatan untuknya saat udara dingin menusuk kulitnya. Sayangnya kehangatan itu harus rela tidak diterimanya selama kurang lebih dua minggu.

“Setelah itu, kita pergi berlibur. Kau ingin pergi kemana? Eropa atau Hawaii?” tawarnya setenagh berbisik di telinga Minrin, membuat gadis itu agak bergidik.

“Ryeowook-ssi….”

“Tsskk… jangan memanggilku terlalu formal mulai sekarang,” decak Ryeowook cepat, lalu tanpa Minrin bisa mengantisipasi pria itu sudah meletakkan dagunya di pundaknya.

Kuere, Ryeowook-ah…,” ulang Minrin kemudian. “Aku ingin membuka kembali Book of Storyline. Aku ingin ayahku kembali mengelolanya seperti dulu, bisakah itu?”

Sebenarnya Minrin sudah memikirkan ini sejak kemarin. Bagaimana pun juga penerbit itu milik ayahnya. Dan ia hanya ingin melihat ayahnya kembali mengoperasikan penerbi itu lagi meskipun tidak di tempat semula.

Ryeowook membalikkan tubuh Minrin dan membuatnya bisa menatap langsung kedua mata gadis itu. “Kuerom, bukankah itu sebuah keuntungan karena kau menikahi seorang calon pewaris C.E Group?” ungkap Ryeowook penuh percaya diri lalu tersenyum.

Hanya sepersekian detik Minrin menikmati senyum itu, karena setelahnya pria itu sudah menariknya lebih dekat dan mengecup bibirnya. Kecupan itu sangat cepat bahkan tidak terasa sama sekali lalu kecupan kedua kembali mendarat di bibir Minrin. Dan kecupan itu berubah menjadi sebuah ciuman yang lebih. Berbeda dari ciuman pertama mereka yang masih terasa kaku atau ciuman saat pernikahan tadi yang terkesan cepat, kali ini pria itu benar-benar menunjukkan kemampuannya dalam berciuman. Minrin bahkan hampir kehilangan nafas karena dadanya terus berdebar saat lumatan-lumatan lembut itu menghujani bibirnya silih berganti.

Ryeowook sedikit menjauhkan kepalanya setelah itu, dan memberi ruang untuk mereka  menghirup udara sebanyak-banyaknya. Ia tersenyum kecil pada Minrin. “Aku ingat dulu kau selalu bersikap dingin padaku, dan bahkan menertawakanku karena takut pada suara kucing,”

Minrin memiringkan kepalanya ke kanan dan mengernyit. Lalu mendadak ia ingat ucapan Hyukjae padanya sebelum upacara pernikahan tadi pagi. Kedua matanya berubah menyipit setelahnya.

“Apa kau benar-benar anak laki-laki itu? Yang menakutiku tentang cerita hantu dan yang selalu menghampiriku di taman itu, apa kau benar-benar anak itu?” tanyanya tidak percaya.

Ia hanya menduga saja ucapan Hyukjae tadi, tapi siapa yang menyangka dugaannya ini benar. Ryeowook tersenyum lalu mengangguk.

“Butuh 15 tahun untukku menemukanmu. Jika aku mengatakan kita pernah bertemu, mungkin kau tidak akan semudah ini menerimaku.”

Lalu perlahan ingatan Minrin kembali membawanya ke masa itu. Ia ingat anak laki-laki itu dan setelah dipikir-pikir anak itu memang mirip dengan pria yang kini tengah memeluknya ini. Jika itu takdir, maka bagaimana pun caranya mereka akan dipertemukan. Meskipun dalam hal ini Ryeowook lah yang berusaha menemukannya.

Minrin tersenyum lalu mendekatkan dirinya pada Ryeowook. Dan pria itu perlahan merangkulkan tangannya di tubuh gadis yang mati-matian dicarinya yang kini telah menjadi miliknya.

Saranghae, Ryeowook-ssi…,” bisiknya lembut yang begitu saja membuat Ryeowook tersenyum mendengarnya.

***

CUT

Akhirnya… part terakhir!!

Maaf telah membuat kalian menunggu dan juga maaf jika endingnya kurang memuaskan, sebenarnya mau ditambahi satu scene lagi tapi sepertinya dah kepanjangan, hehe… satu scene nya di simpen buat ntar aja ya… siapa tau saya bener2 niat bikin after storynya ^^

Thank you so much buat kalian yang sudah mengikuti ff ini dan yang sudah setia menunggu berminggu-munggu setiap partnya. Saya benar-benar lega akhirnya bisa kelar nulis ff ini setelah sekian bulan lamanya sejak pertama kali saya mulai. Saya tahu tulisan saya masih jauh dari kata bagus, dan tentu saja masih perlu banyak belajar dan sekali lagi terima kasih untuk kalian semua yang rela meluangkan waktu untuk membaca tulisan saya ini. Thank you…^^

Project selanjutnya saya mau nyelesaiin 8 Stories 8 Loves 8 Hearts. Itu ff sudah lama banget dari awal blog ini ada tp saya aja yg males buat ngelanjutin, hehe… Semoga bisa tetep nulis di sela-sela kesibukan kuliah dan PKL nanti, maklum saya sudah tingkat akhir sekarang jadi kuliah, tugas akhir, dan PKL benar-benar menjadi focus saya sekarang. Dan juga untuk Secret Guard sebenarnya di folder sudah sampai part 3. Tapi kalau saya post sekarang tapi di tengah jalan tiba-tiba saya tidak bisa melanjutkan, tapi lebih baik saya pending dulu. Tetap akan dilanjutkan tapi tidak tahu kapan akan dipublish untuk part 2 nya.

Sekali lagi terima kasih ^^

16 thoughts on “(Fanfiction) #9 Bittersweet -END-

  1. Ahh… yg ditunggu2 akhirnya di post juga!!
    Nggak tahu hrus coment apa, soalnya ffnya bnr2 keren!! >_<
    10 jempol deh buat author 😀

  2. kerennnnnnn seneng bgt akhirnya bang wook nikah juga ama min rin, aku sering nih nunggguin nih FF tayang di SJFF karena gak sabar samperin aja blog authornya hihihi. terusin dong after story nya penasaran dan takut juga terjadi sesuatu ama bang wook pas dia di amerika

    1. part 9 emang belum aku kirim ke SJFF soalnya terllau panjang, mesti dibagi dua dulu …
      terima kasih ya sudah setia menunggu ff ini 🙂
      hmmm….after story ya? …. ~~^^

      1. cheonma, buatain after story nya dong #puppy eyes 😉 kan ceritanya bagus rasanya sayang kalau cuma end di situ dan lagipula jarang-jarang ada FFnya bang wook di pasaran

  3. Daebak !!! Critanya brakhir dngan bhagia 🙂 Minrin ryeowook jdi jg nikah .. Kalo bsa sih da after storynya .. Hehe .. Good job thor ^^

  4. Eonni !!! Bener bner trharu dngan endingnya,, trlalu happy ending,ampe nangis (T~T) #aduh lebay yaa kkk#,, keren bnget eonn,, lanjutin trus ya eon buat ff nya 😀 ,, bakal jdi pnggemar cerita” yg eonn buat nih agaknya hahahahh

    1. akhirnya kamu berkunjung juga, nungguin komen kamu saeng ^^ k k k k
      iya, bakal lanjut nulis kok selama masih ada mood #eh..
      makasih ya saeng 🙂

  5. Ahh akhirnya end juga.plis after story na lw bisa mpe wook n min rin punya baby.berharap di kabulin permintaan saya.

    1. duh..maaf ya aku belum bisa publish untuk after storynya. 😦
      lagi sibuk mikir buat tugas akhir. Diusahain secepatnya ne? Terima kasih ya…sudah setia menunggu ^^

Leave a reply to Rivalina Cancel reply